Senin, 05 Desember 2011

SYAKARATUL MAUT ARIEL SHARON SANG PENJAGAL (2)

Syakaratul Maut Sang Penjagal [2]“Buldozer” yang Congkak Lagi Kejam


SEPANJANG sejarah upaya Zionis Yahudi mewujudkan 'Eretz Yisrael' di atas tanah Palestina, Ariel Sharon termasuk salah satu tokoh yang “tidak ada matinya.” Ia kerap muncul di setiap sejarah penting Israel.

Sharon dilahirkan di Kfar Maalal, sebuah daerah pertanian di Palestina bagian barat, pada tahun 1928. Wilayah itu dulu di bawah kekuasaan Inggris. Keluarga orangtuanya adalah imigran dari Rusia, pendukung kuat Zionis Israel. Dalam otobiografinya disebutkan, nama kecil Sharon adalah ‘Buldozer’.

Pada masa kanak-kanak ia telah bergabung dengan gerakan pemuda Zionis. Saat remaja belasan tahun ia menjadi anggota paramiliter Zionis. Sharon bergabung dalam dinas militer Israel sebelum genap usia 20 tahun dan ditunjuk menjadi komandan pleton. Ia ikut perang pertama antara pasukan Zionis dengan Arab tahun 1948.

Saat berkarir di militer maupun politik, Sharon dikenal sebagai seorang 'hawkish'. Seseorang yang tidak sungkan menggunakan kekerasan dan kekuatan bersenjata untuk menghajar semua lawannya.

Namun di kemiliteran, ia paling dikenal dengan aksinya dalam Perang Arab-Israel tahun 1967 dan peperangan Yom Kippur Oktober 1973. Ia salah satu komandan pasukan Zionis yang berhasil meraih kemenangan dari pasukan Arab dalam waktu singkat. Keberhasilannya itu menjadi salah satu legasi Sharon, yang hingga kini terus diajarkan dan ditularkan kepada para kadet angkatan bersenjata Israel.

Di dunia politik, ia mendirikan Partai Likud pada tahun 1973, yang hingga kini dikenal sebagai partai paling kejam dan keras terhadap rakyat Palestina. Lawan-lawan politiknya di Israel pun mengakui ke-hawkish-annya.

Setelah keluar dari Likud, ia membentuk Partai Kadima pada akhir 2005. Partai ini juga mendapat warisan sifat keras dari Sharon. Salah satunya bisa dilihat dari sepak terjang Tzipi Livni. 

Meskipun perempuan, pemimpin Kadima itu adalah otak dan pengambil keputusan penting saat pasukan Zionis Israel menyerang Jalur Gaza akhir 2008 hingga pertengahan Januari 2009, yang dikenal denganOperation Cast Lead. 

Tidak kurang dari 1.500 orang –kebanyakan anak kecil, wanita dan orangtua– menjadi korban tewas dalam serangan 22 hari tersebut. Serangan pasukan udara, darat dan laut Israel itu baru dihentikan hanya satu hari sebelum Amerika Serikat melantik Presiden Barack Obama.

Dalam urusan pemukiman Yahudi, Sharon yang pernah menjabat sebagai Menteri Perumahan dan Pembangunan Israel tahun 1990-1992 dan Menteri Infrastruktur Nasional Israel tahun 1996-1999, tidak mengenal kata ilegal dalam kamusnya.

Semua pemukiman Yahudi yang dibangun, termasuk dengan cara merampas tanah milik warga Palestina, adalah sah. 

"Setiap orang harus bergerak, lari dan ambillah sebanyak mungkin puncak bukit sebisanya, untuk memperluas pemukiman (Yahudi). Sebab, semua yang kita bisa ambil akan tetap menjadi milik kita... Apa saja yang tidak bisa kita ambil, akan jatuh ke tangan mereka," kata Sharon, saat berbicara di hadapan militan dari kelompok ekstrim sayap kanan Partai Tsomet, ketika menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, 15 Nopember 1998.

Congkak dan Kejam Kecongkakan Sharon dan kebenciannya terhadap orang Arab dan Palestina sudah mendarah-daging dalam dirinya sejak dulu.


Dalam wawancaranya dengan Jenderal Ouze Merham pada 1956, Sharon berkata, "Saya tidak tahu ada yang namanya prinsip-prinsip internasional. Saya bersumpah, akan saya bakar setiap anak yang dilahirkan di daerah ini. Perempuan dan anak-anak Palestina lebih berbahaya dibandingkan para pria dewasa, sebab keberadaan anak-anak Palestina menunjukkan bahwa generasi itu akan berlanjut. ... Saya bersumpah, jika saya sebagai seorang Israel bertemu dengan seorang Palestina, maka saya akan bakar dia. Dan saya akan membuatnya menderita sebelum membunuhnya. Dengan satu pukulan saya pernah membunuh 750 orang Palestina (di Rafah tahun 1956). Saya ingin menyemangati prajurit saya agar memperkosa gadis-gadis Arab, karena perempuan Palestina adalah budak untuk Yahudi dan kami dapat berbuat apa saja yang kami inginkan kepadanya. Tidak ada yang boleh menyuruh kami apa yang harus kami lakukan, justru kami yang memerintah mereka apa yang harus mereka lakukan."

Bicara tentang kekejaman Sharon dalam sejarah Zionis Israel, tidak akan lepas dari peristiwa pembantaian warga Palestina di pengungsian Sabra-Shatilla dan invasi pasukan Israel ke Beirut, Libanon, pada 1982 saat Sharon menjabat menteri pertahanan.

Dr. Ang Swee Chai, seorang perempuan warga China Kristen, yang dibesarkan dengan nilai-nilai anti-Islam dan Arab, serta mendukung penuh Yahudi dan Israel, bercerita cukup lengkap tentang kekejaman Israel di Sabra-Shatilla dalam bukunya "From Beirut to Jerussalem".

Pembantaian Sabra-Shatilla terjadi pada September 1982, hanya beberapa hari setelah para pejuang Palestina menyerahkan senjata mereka dibawah perjanjian damai internasional. Mereka kemudian dideportasi dari Beirut, meninggalkan keluarganya ke perlindungan pasukan perdamaian internasional. Pasukan Israel kemudian menginvasi Beirut. Tidak kurang dari 3.000 wanita dan anak-anak yang tidak berdaya dikumpulkan di kamp pengungsian Sabra-Shatilla. Kemudian secara sistematis mereka dibantai begitu saja.

Pendudukan Beirut oleh pasukan Zionis berlangsung selama 70 hari. Lebih dari 30.000 orang kehilangan nyawanya. Pasukan Zionis menyerang secara membabi-buta. Makanan, air dan listrik seketika lenyap. Lebih dari 500.000 orang dipaksa meninggalkan rumahnya.


Berdasarkan perhitungan tentara Israel IDF, mereka menggunakan tidak kurang dari 960 ton amunisi untuk menghancurkan kota Beirut.

Dalam serangan ke Libanon tersebut, untuk pertama kalinya Israel menguji cobakan senjata baru, yaitu bom fosfor dan bom vakum.

Jika seseorang terkena bom fosfor maka tubuhnya akan terbakar selama beberapa hari. Apabila tubuhnya disiram air, maka pembakarannya akan bertambah parah dan berlangsung lebih lama.

Bom vakum tidak kalah mengerikan. Bom itu terbuat dari TNT yang berkekuatan besar. Jika dijatuhkan ke sebuah gedung, maka bangunan itu akan tersedot ke bawah, rontok menjadi puing. Ang Swee Chai melihat sebuah bangunan 11 lantai mengubur hidup-hidup sekitar 200 orang di Beirut. 

Saat menjelaskan latar belakang dari penciptaan karya instalasinya yang berjudul “Ariel Sharon” Noam Braslavsky mengatakan kepada BBC, “Pria ini bukan seorang laki-laki biasa. Dia punya pengaruh yang sangat besar atas kehidupan dari semua orang yang tinggal di negeri ini (Palestina-Israel).” Mungkin ia benar. *

Keterangan: korban "jagal" Aiel Sharon di Shabra dan Satila
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar