Sabtu, 24 November 2012

"PASUKAN LAIN" DI JALUR GAZA



Literatur militer modern dimanapun niscaya mengatakan, jika kalah dalam jumlah pasukan dan kecanggihan mesin perang maka identik dengan kalah perang. Contoh aktual ialah perang antara Rusia dengan Georgia dekade 2009-an lalu, dimana cukup seminggu Rusia dapat menduduki Georgia. Akan tetapi, agaknya logika perang modern di atas tidak berlaku bagi pergolakan bersenjata di Irak, Afghanistan, Libya, termasuk di Jalur Gaza ini.


Di Irak dan Afghanistan misalnya, Taliban yang sekelas separatis berbekal senjata rampasan ternyata mampu mengalahkan militer profesional dari 40-an negara jago perang (NATO dan ISAF). Atau kelompok loyalis Gadafi mampu menahan gempuran pesawat-pesawat tempur NATO pimpinan Perancis, dan seterusnya. Demikian juga tampaknya peperangan di Jalur Gaza.

Hamas di Palestina itu semacam organisasi massa (Ormas) di Indonesia, dan Brigade Al Qassam, sayap militernya hanya sekelas satuan tugas (satgas) Partai atau Ormas. Jadi semacam “banser”-nya Nahdatul Ulama (NU), atau semacam Pemuda Pancasila, FPI dan lainnya. Apaboleh buat, teori perang modern sepertinya “terpatahkan” di wilayah serta negara-negara di atas tadi. Ya, fakta menyebutkan bahwa Hamas mampu membuat militer Israel bertekuk-lutut, lalu meminta gencatan senjata!

Sebenarnya ada local wisdom di Barat mengatakan: “Betapapun supernya kekuatan bersenjata suatu negara, tidak selalu mudah menundukkan tekad perlawanan gerilya rakyat guna mempertahankan eksistensinya”. Ini dia! Agaknya AS dan sekutu terutama Israel abai terhadap hikmah kekalahan Paman Sam dalam perang di Vietnam, atau lupa atas kematian Jenderal Mallaby di Surabaya dulu (1945), dan lainnya. Kelompok negara Barat lupa local wisdom leluhurnya. Mungkin ia sendiri tersihir oleh Rambo, James Bond, Popeye atau Kolonel Bradock, tokoh-tokoh imajiner yang selalu menang di setiap pertempuran!

Rumor adanya “pasukan lain” turut membantu Hamas dalam pertempuran melawan militer Israel menjadi pembicaraan tersendiri bagi warga Palestina di Gaza. Di media online non mainstream dan blog-blog tertentu juga membahas dalam dimensi religi bahkan cenderung transendental. Pro kontra pun muncul antara logika dan unlogical. Tak masuk akal tetapi ada bukti (keadaaan) ada saksi, seperti logika tetapi siapa sejatinya mereka? Diskusi-diskusi di media non mainstream dan blog-blog khusus pun melingkar-lingkar antara iya dan tidak.

Hal inilah yang belum (terang) terungkap. History repeat itself. Sejarah berulang ketika Perang Gaza (2000-2009) dahulu terjadi, operasi militer Israel yang bersandi “Cast Lead” juga berakhir dengan gencatan senjata atas permintaan Israel sendiri. Itulah yang kini terjadi.

 ZILZAAL

Tidak ada komentar:

Posting Komentar