The
New World Order (Tatanan Dunia Baru) itulah istilah yang barangkali
sering terngiang di telinga kebanyakan penganut paham atau teori
konspirasi (sebab bagi sebagian orang juga tak sedikit pun percaya akan
hal ini). Sebuah istilah yang dirancang dalam menciptakan satu dunia
yang hanya diisi oleh mereka sebagai TUAN dan manusia selain mereka
sebagai BUDAK. Tidak ada kelas menengah. Di era ini semua manusia hanya
punya satu agama, yakni Pluralisme. Islam dan Kristen, juga Katolik,
akan hancur, demikian pula dengan yang lainnya.
Dalam tatanan dunia yang baru ini,
Sekularisme menjadi panglima dan kelompok konspiran globalis akan
menjadikan Amerika Serikat sebagai kendaraan utamanya. Sebab itu, di
dalam lambang negara AS terdapat simbol piramida illuminati, sebuah
piramida terpenggal di atasnya dengan simbol sebuah mata di puncaknya.
Sebab itu, mereka menguasai hampir
seluruh industri opini, indusri tren, industri budaya pop, industri
pendidikan, dan industri pemberitaan dunia. Semua media massa besar di
dunia ini tidak lepas dari hegemoni mereka. Mereka menciptakan berbagai
trend dunia secara berkesinambungan yang sesungguhnya dinilai dari
rasionalitas dan akal sehat sama sekali tidak masuk akal dan tidak ada
gunanya. Beberapa di antaranya adalah kontes Miss Universe misalkan,
atau pemecahan rekor ini dan itu, apakah itu yang bernama World Guinnes
Record atau pun MURI. Semua ini tidak ada gunanya sama sekali bagi
peningkatan kualitas hidup dan kualitas kemanusiaan itu sendiri dan
seharusnya umat Islam menjauhi hal-hal seperti itu.
Lalu
kita semua bisa melihat sekarang ini, setiap hari setiap pagi, lewat
layar kaca seluruh orang di Indonesia disuguhi pertunjukkan musik Live
Show yang biasanya diadakan dipelataran parkir mall atau pun yang
sejenisnya. Pertunjukkan ini melibatkan ratusan bahkan ribuan penonton
yang mayoritas generasi muda Indonesia, yang berbondong-bondong ingin
menyaksikan artis-artis muda Indonesia bernyanyi. Kian hari pertunjukan
sejenis kian menggila dan banyak menyedot penonton.
Generasi muda seperti inilah, yang
menyukai hura-hura, bebal, dan tidak kritis yang diinginkan para
konspiran globalis. Saya menyebut generasi seperti ini sebagai “The Junk
Generation” atau Generasi Sampah. Sama seperti berbagai sinetron di
teve dan berbagai acara konyol yang sama sekali tidak mendidik dan
(maaf) menjijikan. Termasuk acara menguji hapalan lirik lagu yang juga
tidak bermanfaat sedikit pun.
Media
layar kaca atau Teve memang media yang sangat efektif untuk
menghacurkan kekritisan generasi muda dan membuat mereka menjadi
generasi bebal yang ironisnya menyukai kebebalan itu sendiri. Kita bisa
melihat, jika ada pentas musik, maka jumlah penonton pasti melebihi
ratusan bahkan ribuan. Namun jika ada diskusi buku atau yang semacamnya,
jumlah peserta paling banyak ratusan, tidak pernah ribuan. Dalam
menciptakan generasi sampah ini, para konspirator global sepertinya
sangat berhasil di Indonesia. Sebab itulah, saya pribadi menyarankan
agar jika tidak ada acara yang bermanfaat di teve, sebaiknya dimatikan
saja pesawat teve itu. Selain lebih hemat listrik, toh kita tidak
terhanyut dengan segala acara konyol dan tidak berguna seperti itu.
Selain
itu, berbagai pertunjukkan musik sekarang ini juga banyak menampilkan
simbol-simbol masonik dalam tata hias panggungnya. Saya sebutkan satu
saja, dalam acara Musik beberapa waktu lalu yang diadakan salah satu
stasiun teve swasta baru-baru ini yang menampilkan penyanyi Yana Yulio
dan Rezza Artamevira, seluruh dekorasi panggung di dalam studio
menggunakan simbol Bintang David. Simbol Zionis ini bertebaran di
mana-mana. Dan ironisnya, sejumlah orang yang ikut duduk menyaksikan
acara tersebut yang mengenakan jilbab namun tidak melakukan tindakan
apa-apa, pun sampai sekarang tidak ada satu pun tokoh Islam yang
menggugat acara tersebut. Ini beda dengan peristiwa saat kelompok musik
Dewa-19 menginjak-injak kaligrafi bertuliskan Allah di salah satu studio
teve swasta yang kemudian berbuntut panjang karena adanya seorang tokoh
Islam yang menggugatnya. Saya menjadi bertanya-tanya, apakah kebebalan
itu juga sudah merasuki para aktivis?
Kontra-prestasi
atau imbalan terhadap para artis juga sangat mewah dibanding imbalan
atau kontra-prestasi terhadap para pendidik bahkan yang setingkat
profesor sekali pun. Coba sesekali melihat satu acara diskusi di mana
panitia mengundang seorang artis dan juga seorang profesor. Saya pernah
melihat satu proposal yang disusun panitia diskusi bedah buku di sebuah
universitas ternama di Jakarta yang mengundang seorang artis dan seorang
profesor. Untuk si artis, panitia menganggarkan dana dalam amplop
sebesar lima juta rupiah, sedangkan untuk sang profesor hanya
sepersepuluhnya, yakni ‘cuma’ limaratus ribu rupiah. Ini adalah fakta
jika kebanyakan dari kita memang lebih menghargai artis ketimbang
seorang pendidik yang sudah susah payah meraih gelar intelektualitasnya.
Jika ditanyakan apakah berbahaya jika
kita terus-menerus mengkonsumsi tontonan musik, film, dan sebagainya
yang sarat dengan simbol-simbol Masonik, maka jawabnya adalah iya. Untuk
musik dan acara-acara tidak bermanfaat, sedapat mungkin tinggalkanlah.
Apalagi yang ditayangkan teve atau melihatnya langsung. Namun untuk
film, hal ini tergantung pada keperluan dan tetap harus disesuaikan
dengan batas-batas yang telah ditetapkan syari’at Islam yang mulia ini.
Hanya saja, yang harus kita sadari, semua film, musik, dan acara hiburan
sekarang ini memang dibuat untuk melenakan kita semua. Dan salah satu
cara yang paling jitu dan paling mudah sekarang ini adalah dengan
melakukan Diet menonton teve.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar