ZIONIS GO TO HELL --- Para pemilik tanah Palestina bersama dengan para pemimpin biara Katolik memberikan perlawanan terhadap pembangunan tembok pemisah di daerah Cremisan, Tepi Barat dalam pengadilan Israel pada Rabu(13/2).
Nicole Johnston, seorang jurnalis Al Jaazera melaporkan dalam Sebuah pengadilan di Israel, rakyat Palestina dan para biarawaan membeberkan data-data kepemilikan sah mereka atas tanah yang hendak di gusur Israel karena ingin membangun tembok yang memisahkan daerah mereka dengan dunia luar.
Majelis Ordinari Katolik Jerussalem mengutuk rencana pembangunan tembok pemisah di daerah Cremisan itu. Perintah penyitaan tanah itu dikeluarkan Israel meliputi Desa Walaja dan 58 keluarga Kristen dari Beit Jala yang mata pencahariannya bergantung pada tanah ini.
Selanjutnya, dua jemaat Salesian lokal yang terletak di desa tersebut akan terkena dampak langsung pembangunan tembok tersebut. Masyarakat setempat juga terancam kehilangan salah satu daerah pertanian dan rekreasi mereka yang besar serta sumber air yang sangat penting bagi para penduduk dan petani.
Pada tanggal 9 Juli 2004, Mahkamah Internasional telah menyatakan bahwa pembangunan tembok pemisah itu adalah kegiatan ilegal karena merupakan wilayah hukum internasional. Majelis Wali gereja juga memiliki sikap yang sama. Oleh karena itu kami menginstruksikan Society of St Yves untuk mengajukan kasus tersebut kepada Mahkamah Internasional.
Rencana pembangunan tembok tersebut akan memberikan tekanan pada orang-orang Kristen yang tinggal di Betlehem. Tanpa adanya pendapatan keluarga dan masa depan bagi anak-anak mereka, hal itu akan membuat mereka meninggalkan Tanah Suci yang juga merupakan tempat tinggal mereka.
Para Ordinaries Katolik menyangkal adanya perjanjian antara Vatikan, gereja lokal dan pemerintah Israel mengenai pembangunan tembok ilegal ini. Oleh karena itu mereka sangat mengecam Israel atas pembangunan tembok tersebut.
Fasilitas tembok
Tembok pemisah itu mulai dibangun pada 16 Juni 2002. Panjang tembok seluruhnya mencapai 750 kilometer dengan tinggi delapan meter. Tembok itu dilengkapi dengan parit perlindungan, kawat berduri, kawat beraliran listrik, menara pengawas, sensor elektronik, kamera video, pesawat pengintai tanpa awak (drone), menara penembak jitu (sniper), dan jalanan untuk patroli kendaraan.
John Dugard, kala itu staf ahli hak asasi manusia PBB untuk wilayah Palestina dalam laporannya ke Human Rights Commission PBB mengungkapkan, pembangunan tembok pemisah oleh Israel di Yerusalem Timur telah menimbulkan persoalan kemanusiaan yang besar bagi warga Palestina.
“Tujuan yang jelas terlihat dari pembangunan tembok di wilayah Yerusalem adalah untuk mengurangi jumlah warga Palestina di kota itu dengan memindahkan mereka ke Tepi Barat. Ini menimbulkan persoalan kemanusiaan yang besar, seperti: keluarga-keluarga yang tercerai berai dan akses warga Palestina ke sekolah, rumah sakit dan tempat kerja ditolak,” papar Dugard.
Dugard mengingatkan bahwa pembangunan tembok pemisah oleh Israel di wilayah Palestina tetap berlanjut meskipun pada tahun 2004 International Court of Justice sudah memerintahkan agar tembok itu dihancurkan. Israel berargumen pembangunan tembok pemisah itu sebagai langkah pengamanan bagi wilayahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar