“Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami menguji mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (QS. Al A’raf (7): 163).
Negeri yang terletak di dekat laut yang dimaksud ayat ini adalah kota Eilah yang terletak di pantai Laut Merah antara kota Madyan dan bukit Thur.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Allah telah mewajibkan kepada Bani Israil sebagaimana yang diwajibkan atas kamu, yaitu hari Jum’at, tetapi mereka menyalahinya ke hari Sabtu, mereka mengagungkannya dan mengabaikan apa yang diperintahkan kepada mereka. Maka Allah menguji mereka dan mengharamkan mengail dan makan ikan di hari Sabtu itu, sedang bila tiba hari Sabtu datanglah ikan-ikan itu berduyun-duyun ke tepi laut, tetapi bila habis hari Sabtu tidak ada walaupun seekor dari ikan-ikan itu. Demikianlah keadaannya sehingga mereka ingin sekali kepada ikan itu. Sehingga ada orang yang dapat menangkap ikan dan mengikatnya kemudian dilepas kembali ke dalam air, dan diambilnya kembali pada hari Minggu. Maka hari Sabtu lagi berbuat demikian, maka orang-orang mencium bau ikan dan mereka menyelidiki, dan ketika bertemu dengan orang-orang yang berbuat demikian itu mereka pun mengikuti perbuatan itu. Perbuatan itu mulanya dilakukan secara rahasia dengan sembunyi-sembunyi, tetapi lama kelamaan dilakukan secara terang-terangan, menjual ikan itu di pasar-pasar. Sedangkan para ulama mereka selalu memperingatkan supaya menghentikan perbuatan itu dan tetap bertaqwa kepada Allah, jangan mempermainkan larangan Allah.”
As-Suddi rahimahullah berkata, “…..sehingga ia (orang Yahudi) menggali sungai kecil (selokan) yang menembus ke laut. Bila hari Sabtu, dibuka pintu air ke sungai itu, sehingga gelombang air laut akan melemparkan ikan-ikan itu ke dalam sungai itu. Ikan itu tidak akan bisa kembali ke laut karena dangkalnya air sungai itu. Maka bila hari Ahad mereka mengambil ikan itu dan membakarnya sehingga tetangganya dapat mencium baunya dan menanyakan caranya memperoleh ikan tersebut, kemudian setelah tetangga yang lain memberi tahu caranya, mereka berbuat seperti itu sehingga meluaslah perbuatan semacam itu…..”
Dan Allah Subhana Wa Ta’ala berfirman:
“Hai Bani Israil, ingatlah akan ni’mat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala ummat.” (QS. Al Baqarah (2): 47).
Bani Israil adalah ummat pilihan, yang selalu diutus Nabi dan Rasul dari kalangan mereka sendiri. Hingga akhirnya label “ummat pilihan” terputus oleh keberadaan ummat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
“Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia.” (QS. Ali Imran (3): 110).
Pergeseran status dari “Ummat Pilihan” menjadi ummat yang dimurkai oleh Allah (QS Al Fatihah: 7) ternyata tidak membua Yahudi menjadi ummat yang terbelakang atau tanpa peran. Kelebihan anatomi phisik dan tingkat IQ yang memang dilebihkan, membuat Yahudi menjadi intelek-intelek brilian dengan memposisikan dirinya sebagai ummat terbaik dalam keingkaran kepada Allah. Dengan inteligensi yang tinggi, mereka mampu merancang sebuah dunia yang diatur oleh system ciptaan otak mereka, sehingga seluruh “goyim” (orang bukan Yahudi) menghambakan diri di bawah titah mereka. Hingga kini orang-orang Yahudi meyakini bahwa Yahudi adalah tuan bagi dunia dan bahwa tanpa keraguan harus tiba harinya ketika dia meluluh-lantakkan semua agama lain dan memperbudak dunia.
Berulangkali sejarah membuktikan bahwa hanya Islam-lah yang mampu membuat Yahudi bertekuk lutut dan terusir dari negerinya. Dengan demikian, untuk mewujudkan impian “Tuannya Dunia”, Yahudi menjadikan Islam sebagai agama utama yang harus disingkirkan. Karena itulah, sejuta cara dikaji dan diriset kemudian ditempuh untuk mewujudkan cita-cita besar kaum Zionis Yahudi. Dari cara frontal perang terbuka hingga cara yang begitu halus hingga tidak terasa. Bahkan Yahudi lebih mengetahui kebenaran Islam dibandingkan ummat Islam itu sendiri. Dan telah terbukti, dengan mempelajari Islam, satu dua orang Yahudi sanggup memporak-porandakan suatu system dalam masyarakat ummat Islam. Dan puncaknya adalah dengan runtuhnya sistem kekhilafahan Turki Utsmani pada tahun 1924.
Dalam pidatonya, seorang sesepuh Zionis Yahudi berkata, “Kejahatan adalah satu-satunya cara (jalan/alat) untuk menguasai kejahatan, yaitu kebaikan. Dengan demikian, kita tidak boleh berhenti menyuap, menipu, dan berkhianat, apa bila itu memang berguna untuk mencapai tujuan kita.”
“Kebaikan” yang dimaksud dalam pidato itu adalah kebaikan versi Zionis Yahudi yang bagi kita adalah kejahatan. Dan salah satu cara yang efektif dalam menghancurkan dan memperbudak “goyim” (orang buakan Yahudi) – khususnya Muslimin – adalah “mensiasati larangan”.
Yahudi mengerti betul apa-apa yang dilarang oleh Allah bagi ummat manusia. Mereka menciptakan berbagai siasat pengkaburan agar manusia masuk ke dalam perbuatan yang dilarang oleh Allah. Dan pensiasatan itu akan lebih mudah dilakukan jika mereka menguasai beberapa unsur penting dalam kehidupan dunia, seperti: mendikte kekuasaan suatu negara, menguasai ekonomi, menguasai emas, mengawal media, menciptakan peperangan dan bahkan mengetuai dunia dengan lembaga supernya yaitu “PBB”. Dengan terjerumusnya manusia ke dalam lembah larangan, maka manusia itu akan menjadi makhluk yang tidak memiliki kekuatan apa-apa, meskipun kelak mereka mengetahui bahwa ada musuh besar yang sedang menggiring mereka ke dalam kebinasaan, yaitu Zionis Yahudi.
Seperti contoh: Ketika sepuluh orang Muslim disugukan bank konvesional yang bersystem riba’, ada 3 orang Muslim yang menerimanya dan mengamalkan, sehingga mereka memakan riba’. Bagaimana caranya supaya 7 orang Muslim lainnya mau menggunakan jasa bank tetapi tetap terkena riba’? Maka jurus “mensiasati larangan” pun dipakai. Yaitu cukup mengganti nama bank dengan “Bank Syari’ah” dan system dirubah sedikit. Padahal proses akhirnya juga terkena system riba’.
“Orang-orang yang memakan riba’ tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Rabb-nya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.” (QS. Al Baqarah (2): 275).
Bagaimana akan memiliki kekuatan keimanan bila kita seperti orang yang kemasukan setan karena gila?
Atau seperti “politik” yang merupakan sarana pemecah belah kesatuan dan kekuatan manusia. Berpolitik 99% harus berpartai. Ketika 10 Muslim disugukan partai, maka hanya 3 Muslim yang ikut. Lalu 7 Muslim lainnya disugukan dengan nama “Partai Islam” dengan misi memperjuangkan Islam dan syari’atnya. Maka 5 Muslim masuk ke ajang politik dengan kendaraan partai Islam. Tingallah 2 Muslim yang teguh mengharamkan politik. Yahudi tidak kehabisan cara. Muslimin yang tidak berpolitik kembali diperlemah dengan doktrin “berselisih”, “merasa paling benar”, “gampang mengkafirkan golongan lain”, dan menolak sistem “jama’ah imamah dengan satu kepemimpinan sentral untuk seluruh dunia” dengan cara memberi label “ahli bid’ah, khawarij, mu’tazilah” dan lain-lain. Sehingga Muslimin terkena ancaman Allah dalam surah Al-Anfal (8): 73.
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang lain. Jika kamu (Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu (bersatu), niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS Al Anfal (8): 73).
Bagaimana bisa kuat jika di dalam tubuh Muslimin itu terjadi kekacauan dan tertimpa kerusakan yang besar keadaannya?
Dan Yahudi pun menyeret umat manusia agar mengikuti millah (budaya/cara hidup) mereka. Mereka sugukan berhala-berhala baru dalam bentuk musik, hiburan, olahraga, kartun, dan ajang popularitas lainnya kepada ummat manusia agar menjauhi pedoman ummat manusia, yaitu Al Qur’an.
Dari Abu Sa’id (al-Khudry) bahwasanya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh kalian akan mengikuti sunnah (cara/metode) orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, hingga andaikata mereka menelusuri lubang masuk ‘Dlobb’ (binatang khusus padang sahara, sejenis biawak-red), niscaya kalian akan menelusurinya pula”.
Kami (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah! (mereka itu) orang-orang Yahudi dan Nashrani?”. Beliau bersabda: “Siapa lagi (kalau bukan mereka-red)”. {H.R.al-Bukhary).
Bagaimana mau memiliki kekuatan jika sudah termasuk bagian dari Yahudi dan tidak perduli lagi dengan Islam dan Muslimin?
Hanya ada satu cara yang Allah berikan untuk menghadapi ummat pilihan yang ingkar ini (Yahudi), yaitu kembali sepenuhnya kepada Al Qur’an dan As Sunnah (al hadits) dengan berjama’ah, di bawah satu kepemimpinan ummat yang diangkat dengan cara syari’at, yaitu bai’at.
Wallahu a’lam bishshawab.
(abudzakira: Abudzakira Blog )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar