Rabu, 09 November 2011

HIJRAH KE ISLAM, YAHUDI TERANCAM MINORITAS DI ISRAEL




TEL AVIV-Setiap Tahun 100 Warga Yahudi di Israel Masuk Islam. Setiap tahunnya ratusan warga Yahudi yang tinggal di Israel mendatangi Kantor Departemen Kehakiman untuk mengajukan keinginan mereka meninggalkan agamanya dan memilih Islam sebagai agama baru. Sementara para aktivis Yahudi yang menentang fenomena ini mengatakan, tidak semua Yahudi yang masuk Islam melaporkannya ke Departemen Kehakiman.




Media kedua terlaris di Israel setelah koran harian Yedioth Ahronoth, yaitu Tabloid Maarif yang bermarkaz di Tel Aviv memberitakan, bahwa beberapa data serta angka-angka menunjukkan ratusan warga Yahudi masuk Islam. Tabloid yang kini juga terbit dalam versi bahasa Arab ini juga melansir, bahwa fenomona ini sudah berlangsung sejak lima tahun terakhir.
Tabloid ini juga memberitakan, ada juga puluhan warga Yahudi yang meninggalkan agamanya dan masuk Kristen. Data dua tahun terakhir menunjukkan, dari 360 Yahudi yang melapor ke Departemen Kehakiman untuk mengubah agamanya, 249 di antaranya menyatakan masuk Islam dan sisanya ingin pindah ke Kristen. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap tahunnya sekitar 100 orang Yahudi pindah agama, baik itu agama Islam maupun Kristen. Angka ini meningkat sejak tahun 2008 hingga ada 142 Yahudi yang menyatakan masuk Islam pada tahun ini.
Tabloid Maarif menjelaskan, sejak tahun 2009 hingga sekarang, telah terdapat 32 Yahudi yang mengajukan permintaan mengubah agama. Angka-angka ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat Yahudi.
Di pihak lain, seorang anggota asosiasi yang bernama “Keluarga Yahudi Selamanya” menyatakan, “Jumlah Yahudi yang merubah agamanya masuk Islam tidak sama persis dengan pemberitaan media, karena ada ratusan Yahudi lain yang masuk Islam tapi tidak melaporkannya ke pihak yang berwajib.”
Sementara salah seorang anggota Knesset bernama Adri Orbench menanggapi, “Setiap warga Yahudi yang pindah agama akan sangat merugikan bangsa Yahudi.”
Yahudi bisa menjadi etnis minoritas di Israel jika orang Palestina diberikan hak suara dalam  solusi negara tunggal. Israel, negara berpenduduk 7,7 juta orang, secara tradisional merupakan negara mayoritas Yahudi  dengan komposisi etnis kira-kira 75 persen Yahudi dan 20 persen Palestina.
Namun, jika wilayah yang disengketakan di Gaza dan Tepi Barat bergabung menjadi sebuah negara dengan Israel, populasinya akan menjadi lebih dari orang 11 juta orang. Keseimbangan populasi etnisnya pun jadi lebih tipis menjadi sekitar 50 persen Yahudi dan 46 persen Palestina.
Dengan tingkat kelahiran warga Palestina yang jauh melampaui tetangganya (Israel), para ahli mengatakan, mayoritas Yahudi dalam solusi satu negara itu akan dengan cepat terlewati warga Palestina. "Kami punya dua alternatif," kata Profesor Arnon Soffer dari Universitas Haifi kepada CNN, Selasa (1/11/2011).
"Untuk menjaga mayoritas, pemeritahan harus mayoritas Yahudi, itu berarti apartheid. Atau pemilu bebas, yang berarti mayoritas Palestina (akan berkuasa) dan (itu berarti) akhir dari sebuah negara Yahudi."
Masalah itu telah dijuluki sebagai "bom waktu demografi" oleh para pengamat Israel. Kebijakan-kebijakan pemerintah, termasuk imigrasi Yahudi dan pertumbuhan alamiah, sejauh ini mempertahankan mayoritas mereka.
Sementara itu, seorang pejabat Mesir mengatakan, Selasa, Israel setuju untuk membatalkan perluasan operasi militernya di Jalur Gaza. Hal itu dilakukan demi memberi waktu bagi Mesir untuk membujuk faksi-faksi militan Palestina agar menghentikan serangan roket ke Israel selatan.
Jet-jet tempur Israel telah menyasar para penembak roket di Gaza dalam beberapa hari terakhir. Pejabat Mesir mengatakan, Israel juga telah merencanakan operasi yang lebih luas. Pejabat itu mengatakan, Mesir meminta waktu 24 jam untuk mencoba membawa semua faksi ke gencatan senjata informal dan Israel setuju untuk memberikan Kairo waktu sampai sekitar Selasa tengah malam. Pejabat tersebut tidak mau disebutkan namanya karena ia tidak berwenang untuk membahas mediasi Mesir itu. Sementara Kementerian Pertahanan Israel tidak segera memberikan komentar terkait hal itu.
Namun, hari Senin, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan dari podium parlemen Israel bahwa Israel akan melakukan operasi keras dan tegas terhadap mereka yang akan mengancam keamanan negara itu. "Sebuah filosofi keamanan tidak bisa mengandalkan pertahanan semata," kata Netanyahu. "Hal itu juga harus mencakup kemampuan ofensif."
Setidaknya 10 militan dan seorang warga sipil Israel tewas dalam beberapa hari terakhir dalam kekerasan terburuk di daerah itu dalam beberapa bulan ini. (rima)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar