JAKARTA (ZIONIS GO TO HELL): Anggota Komisi III F-PKS
Indra mendukung aksi masyarakat memboikot produk The Walt Disney
Company milik orang Yahudi. Ia juga mendesak pemerintah saatnya menindak
tegas LSM asing seperti RAN dan Greenpeace yang selama ini kerap
melakukan intervensi dan kampanye negatif terhadap produk Indonesia.
“Seruan boikot terhadap produk Walt Disney dan produk zionis Yahudi
lainnya perlu dilakukan untuk menunjukkan kepada mereka bahwa Indonesia
negara berdaulat,’’ ujar Indra kepada wartawan di Jakarta, Selasa
(30/10/2012), menanggapi seruan boikot LSM internasional Rainforest
Action Network (RAN) dan penolakan Walt Disney terhadap produk hutan Indonesia.
The Walt Disney Company adalah perusahaan raksasa milik Walter Elias Disney, orang Yahudi yang bermukim di AS.
Sebelumnya, seruan boikot Yahudi pernah dilontarkan Menteri Luar
Negeri Marty Natalegawa kepada masyarakat internasional agar tidak
membeli produk yang dihasilkan di wilayah penjajahan (pendudukan) Israel
(Yahudi). Pada pertemuan negara Islam di Makkah beberapa waktu lalu,
Marty juga meminta negara Timur Tengah mengkaji ulang hubungan
diplomatiknya dengan Zionis Israel.
Melanjutkan pembicaraannya, Indra mengatakan, selain memboikot produk
Yahudi, upaya lain melawan komprador asing yang berkedok LSM adalah
lewat UU Ormas. Soalnya, dalam RUU Ormas dapat dipertegas bentuk LSM
asing yang bertindak layaknya ‘mata-mata asing’ dengan berbadan hukum
yayasan atau perhimpunan.
Indra khawatir, LSM RAN yang masih beroperasi di luar negeri saja,
sangat berani memfitnah Indonesia. Jika tidak diantisipasi, LSM RAN dan
kroni-kroninya, seperti Greenpeace akan semakin mudah mengobok-obok
Indonesia.
Untuk mencegah hal itu perlu sikap tegas pemerintah. Tidak lemah
seperti yang ditunjukkan saat rapat RUU Ormas. “Berkali-kali rapat RUU
Ormas, masih sering menemui deadlock terutama saat mendefinisikan apa
itu ormas asing,” tukas anggota Pansus RUU Ormas ini.
Menurut Indra, definisi ormas asing dari pemerintah adalah LSM
berbadan hukum asing yang beroperasi di Indonesia. DPR menilai, definisi
tersebut terlalu longgar.
“Kalau definisi pemerintah kan terlalu liberal. Padahal, kita sudah
jebol di UU Yayasan, karena orang asing bisa mendirikan yayasan di
Indonesia, juga orang asing bersama-sama Indonesia bisa mendirikan
yayasan di Indonesia. Ini sangat liberal. Saya yakin, pasal di UU
Yayasan itu adalah pasal selundupan DPR periode dulu,” papar dia.
Dikemukakan Indra, salah satu LSM asing produk UU Yayasan di
Indonesia adalah Greenpeace. Oleh berbagai kalangan, LSM yang bermarkas
di Belanda itu dituding sering memojokkan Indonesia di panggung dunia.
Modusnya mirip LSM RAN yakni merilis data palsu tentang lingkungan
Indonesia. Akibatnya, produk kehutanan Indonesia ditolak di berbagai
negara dengan alasan tidak ramah lingkungan.
“Karenanya, Greenpeace itu harus dilihat secara utuh. Jangan hanya
ketika mereka mengadvokasi yang terkesan heroik. Lihat juga konstalasi
nasional yang berjalan, kayu, sawit, dan produk kehutanan sering
diboikot. Dari situ bisa dinilai,” tukas dia.
Politisi Hanura Akbar Faisal juga sependapat dengan Indra. Ia
menyebut kelemahan pemerintah karena membiarkan asing mengobok-obok
kedaulatan negara. “Butuh pemimpin berkarakter kuat untuk melawan itu,”
ujar Akbar kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/10/2012).
Politisi PDIP TB Hasanuddin juga berpendapat sama. Menurut dia,
ketidaktegasan pemerintah karena tidak ada kesamaan persepsi menghadapi
LSM asing. Padahal, motif di balik serangan LSM asing itu sudah sangat
jelas. “Ini kan murni soal persaingan dagang,” timpal dia kepada
wartawan di Jakarta, Selasa (30/10/2012).
Seperti diketahui, maraknya LSM asing di Indonesia mendapat sorotan
tajam dari berbagai kalangan. Mereka meminta keberadaan LSM asing ini
diatur lewat RUU Ormas.
Pihak Kemendagri dan Kemenlu sendiri menyatakan lebih dari 150 LSM
asing beroperasi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 49 di antaranya
tidak terdaftar dan 15 lainnya bermasalah, termasuk Greenpeace yang
dituding sering melakukan kampanye negatif terhadap produk-produk
Indonesia. (tribunnews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar